Saat ketegangan terus meningkat, sejak berbulan-bulan sebelum tanggal 13 Desember 1945 di kota Tebing Tinggi, banyak terjadi insiden perebutan senjata oleh pemuda/ rakyat Tebing Tinggi terhadap tentara Jepang. Beberapa peristiwa diantaranya menyebabkan terbunuhnya sejumlah tentara Jepang dalam perkelahian yang kerap mewarnai insiden tersebut.
Mengatasi keadaan ini, kemudian diadakan pertemuan antara Bupati Simalungun Tuan Maja Purba, seorang kapten tentara Jepang sebagai utusan pihak Jepang, dan para pemimpin pemerintahan Tebing Tinggi yang diwakili oleh Tarip Siregar, Deblot Sundoro, dan Tuan Syekh Beringin. Dalam pertemuan tersebut dilaporkan bahwa pihak Jepang melalui utusannya meminta agar tidak terjadi permusuhan di antara kedua pihak. Dan juga meminta agar seluruh blokade jalan kota Tebing Tinggi dibuka segera.
Menanggapi permintaan pihak Jepang ini, maka pada pagi hari 13 Desember 1945 seluruh blokade jalan yang dibangun sore hari sebelumnya pun dibuka. Atas permintaan dalam pertemuan tersebut juga, maka para pemuda dan laskar yang berjaga di titik strategis kota sejak sore 12 Desember kemudian membubarkan diri. Merasa keadaan telah cukup aman, rakyat pun kembali ke tempat masing-masing.
Namun sekitar pukul 14.30 (13 Desember), pemuda/ rakyat Tebing menyadari bahwa tentara Jepang telah mengepung kota Tebing Tinggi. Dengan senjata lengkap dan sejumlah tank, mereka masuk dan menyusuri kota jalan-jalan kota Tebing Tinggi, dan di warnai dengan suara rentetan senjata dan dentuman meriam.
Seluruh warga kota yang kaget tidak dapat melakukan banyak perlawanan. Juga mengingat pada keterbatasan peralatan senjata yang dimiliki oleh laskar dan pemuda Tebing Tinggi. Dan dari waktu inilah terjadi pembantaian secara membabi buta oleh tentara Jepang terhadap pemuda, laskar, bahkan rakyat sipil kota Tebing Tinggi yang hanya dapat memberi perlawanan dengan bambu runcing saja. Dimulai dari tanggal 13 hingga 16 Desember 1945, tentara Jepang melakukan penembakan bahkan pemenggalan terhadap warga kota, bahkan juga warga di luar kota Tebing Tinggi. Sejumlah pemuda/ rakyat juga ditangkap dan ditawan oleh Jepang di markasnya.
Kemudian pada tanggal 17 Desember 1945 terjadi perundingan antara Residen Sumatera Timur Tengku Hafas dengan pihak Jepang. Dari perundingan ini disepakati perdamaian diantara kedua belah pihak. Namun, meski telah ada kesepakatan damai, pembantaian oleh tentara Jepang ternyata tetap berlanjut, bahkan hingga tanggal 22 Desember 1945.
Sejumlah pemuda/ rakyat yang tertangkap, dengan diikat tangan dan kakinya, dibunuh setiap malam harinya di pinggiran sungai Bahilang dengan cara ditembak atau ditusuk dengan bayonet. Hingga setiap pagi, selalu ditemukan mayat laki-laki di pinggiran sungai tersebut.
******************************************************
IO Darapati Activity
Andromax-I & Andromac Tab-7 Smartfren
Ada video ny bg?