Saksi dan Pelaku Sejarah Peristiwa 13 Desember Kota Tebing Tinggi

1

Selama sembilan hari di bulan Desember 1945 silam, ribuan nyawa menjadi korban pembantaian dari kebrutalan tentara Jepang. Dan selama 66 tahun peristiwa berdarah ini seolah-olah seperti dicegah naik ke permukaan, sehingga tidak banyak yang mengetahui dengan pasti adanya peristiwa berdarah ini.

Untuk mengangkat sejarah peristiwa 13 Desember 1945 ini, Darapati Activity kemudian berinisiatif melakukan penelusuran kembali peristiwa berdarah di kota Tebing Tinggi. Bertempat di Gedung Juang ’45 Kota tebing Tinggi (12/12/2012), Darapati mengumpulkan sejumlah saksi dan pelaku sejarah 13 Desember. Di gedung yang merupakan tempat bersejarah ini, para saksi dan pelaku sejarah Peristiwa 13 Desember mengungkapkan sejumlah informasi kepada media.

Pak Anif (74) seorang dari saksi hidup bercerita betapa kejinya pembantaian oleh tentara Jepang terhadap ribuan warga Tebing Tinggi saat itu. Beliau yang saat kejadian itu masih berusia 8 tahun, mengungkapkan bahwa pada hari itu dari segala penjuru kota terdengar rentetan senjata dan suara meriam. “Abang saya, Ibrahim, hilang dan tak ada kabarnya sampai sekarang,” tutur beliau sambil menangis.

Sedang Ibu Hj. Siti Aisyah (84), yang juga merupakan seorang saksi hidup, mengaku saat tragedi 13 Desember tersebut melihat banyak pemuda yang dibantai oleh tentara Jepang. Banyak mayat kemudian dikumpulkan di sebuah lapangan (Lapangan Merdeka Tebing Tinggi saat ini), tuturnya. “Adik-adik saya pun harus dilarikan (diungsikan) ke Paya Pinang,” ujarnya.

Dan Bapak Mamat Suhana (84) sebagai pelaku sejarah Peristiwa 13 Desember ikut bersaksi tentang kejadian saat itu. Beliau yang saat kejadian itu telah berusia 17 tahun, mengaku ikut bergabung dengan gerakan pemuda melawan serangan tentara Jepang. “Kami hanya bersenjata bambu runcing, saya lolos tapi kawan saya tertembak,” demikian tuturnya sambil menggambarkan keadaan saat itu dengan gerakan tubuh. Beliau juga bercerita bagaimana ia berlari dari kejaran tentara Jepang dan bersembunyi. Bapak Mamat Suhana mengaku bahwa ia berhasil selamat dari pembantaian karena menyamar menjadi seorang petani setelah membuang bambu runcing dan pakaian yang ia gunakan hari itu.

Diakhir pengakuannya, para saksi dan pelaku sejarah Peristiwa 13 Desember ini menambahkan bahwa mereka tidak menaruh dendam pada Jepang. Mereka hanya berharap agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Mereka juga meminta agar para pemuda sekarang dapat memelihara persatuan dan tidak melupakan sejarah.

 

**********************************
Smartfren Andromax-I & Andromax Tab-7

Previous articleDiplomasi Palsu, Peristiwa 13 Desember Kota Tebing Tinggi
Next articleParade 6500 Kentungan Bambu di Samosir

1 COMMENT

  1. Trimakasih Gobatak yang selalu mengangkat kepermukaan sejarah2 zaman dulu terutama tentang kejadian di Tapanuli dan Sumatra Utara pada umumnya. Saluuuut& Horas Gobatak!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.