Cerpen: Boru ni Tulang

3

“jika aku jadi abang maka aku akan kejar pariban abang itu,apalagi selama ini menurut cerita namboru(inong),pariban abang itu sangat baik kepada namboru,jadi apa lagi yang abang tunggu,,?bukankah semua kebaikan yang selama ini ditunjukkan pariban abang itu sudah menjadi satu bukti yang sangat jelas?”adakah pertimbangan lain yang membuat abang ragu,?atau jangan-jangan beberapa kriteria tidak masuk dalam daftar abang dari pariban mu itu..?”
Dia memberondong ku dengan pertanyaan yang bertubi tubi,seakan tak memberiku kesempatan.

“Bukan begitu pariban…”
kataku sambil mengela nafas dalam-dalam

“Tapi kenapa,,sudah cukup jelas kan?”

“tak ada alasan buatku untuk membuat satu kriteria atau penilaian,apalagi ini pariban kandungku sendiri,”
jawabku mencoba memberi penjelasan

“bang,cobalah untuk bersikap realistis akan semua ini,percaya lah,ini semua demi kebaikan abang,dan keluarga,dan aku yakin ini yang terbaik buat abang,percayalah..”
katanya melanjutkan.
Perasaanku jadi kikuk,apalagi ketika mendengar pendapat dan dukungan-nya itu,aku merasa jadi serba salah,padahal jauh dilubuk hatiku,aku mulai menyukai nya.
dan ahirnya dengan sisa-sisa keberanian dalam diriku,aku pun harus berkata jujur dan terus terang kepadanya tentang perasaan ini.

“pariban,kalau aku boleh jujur sekarang,aku mau katakan yang sesungguh-nya,,sejak pertama sekali bertemu dengan mu,aku merasakan ada sesuatu getaran yang sangat berbeda,aku tidak tau,memulai dari mana,bahkan sulit buatku untuk menerjemahkan-nya apa yang kini kurasakan terhadap iban,”
kataku berterus terang.

“Cukup bang,aku masih memiliki perasaan,apalagi sesama wanita yang notabene sama-sama boru manik,aku pasti tiadak ada apa-apa nya di banding dia,jadi sekali lagi,aku mohon maaf,aku pulang duluan ya bang,salam sama pariban abang itu”

katanya dengan rada ketus.
“Tapi iban…”

belum sempat aku meneruskan ucapanku tiba-tiba dia berlalu begitu saja meninggalkan ku.pupus sudah harapanku..!!
Waktu kian beranjak sore kuhabiskan sisa waktu untuk menyediri ditepi Pantai Tanjung Unta itu,aku berusaha menenangkan diri,serta membuang jauh-jauh pikiran yang sempat membuatku berbunga bunga,dan jantung bergegup kencang. sesekali tanganku memainkan gemercik air yang saling berkecipakan,sorot mataku menatap nanar penuh hampa.
segera aku bangkit dan bergegas pulang dengah langkah kaki yang lunglai.
Dari sana aku langsung menuju ke Rumah Tulang untuk bertemu dengan si Pariban Bintang,karena aku sudah sempat bilang tadi siang pada tulang untuk kembali lagi saat malam tiba,ketika aku tiba disana,aku duduk di Ruang Tengah,di atas kursi sofa itu terletak tas berwana hitam pearl,sama persis seperti yang di kenakan Boru manik yang begitu saja meninggalkanku tadi sore Tanjung Unta.
“ah…mungkin saja tas yang sama,toh dimana-mana banyak jenis dan warna tas yang sama”pikirku mencoba menepis rasa curiga.

Saat Tulang memanggil si Bintang dari kamarnya,maka rasa penasaranku kian menbuncah,terasa dengan keringat yang membasahi telapak tanganku,hening dan rasa penasaranku kian memuncak.
namun…!!!

“hah……..??”

Alangkah terkejutnya aku saat itu,sosok gadis yang keluar dari kamar dan menghampiriku tak lain dan tak bukan adalah si boru manik yang meninggalkanku tadi sore di pantai itu.
“Hah,,Herlina yang tadi sore kan?”
belum selesai rasa kebingunganku tehadap nya,tanganku langsung dia tarik keluar menuju teras rumah

“kenapa,abang kaget,abang bingung,,?
abang masih memilih boru manik yang ketemu di dolok simarjarunjung tadi sore itu?
atau sekarang memilih si Bintang?jawab bang.”..!!
ia menghujaniku dengan bertubi-tubi pertanyaan.
sekilas kulihat tulang serius mendengar perdebatan kami itu dari ruang tengah,yang hanya dibatasi jendela kaca.

“ini semua strategi kamu sebelumnya”?tanyaku masih belum percaya
“ia bang,,aku sengaja,karena aku yakin,,abang tidak kenal lagi denganku sekarang,tidak kenal lagi sama Bintang yang dulu abang tinggalkan waktu umur 10 tahun,makanya aku bersandiwara menjadi orang lain sejak kemarin,aku sengaja datang ke Dolok Simarjarunjung menyusul abang saat namboru mengatakan abang lagi pergi ke sana”

katanya melanjutkan,dengan sikapnya yang berubah menjadi sedikit manja.
Tak lama kemudian aku pamit kepada tulang untuk mengajak si Bintang ke Rumah kami,untuk bercerita lebih detail tentang sandiwara yang tengah dia lakoni sebelumnya.
Sesampai di rumah,aku menceritakan semua itu pada Inong,inong hanya tersenyum simpul sambil menatap kearah Bintang.
Kemudian dia menanyakan kembali kepadaku siapa yang kupilih antara si Bintang dan boru manik itu

“Aku pilih Herlina”kataku lugas

“Kenapa?”protes Bintang.

“karena Herlina yang pertama kali kami bertemu di Simarjarunjung itu,berhasil membuatku jatuh cinta,”jawabku sok puitis
Kemudian kami tertawa lepas

Di depan Inong kukecup kening sipariban,sebagai tanda bahwa aku mencintainya dengan sepenuh hati,hingga ahirnya nanti satu ikatan pernikahan akan menyatukan kami untuk selama-lamanya,dan tentunya inilah yang menjadi keinginan keluarga dan juga keluarga besar Tulang ku.

Demikian

Bresman Silalahi
Ciputat 18/12/2014

Guest Post by Bresman Silalahi

simple

1
2
3
4
5
6
7
8
Previous articleCerpen: Kutunggu Kau di Sidikalang
Next articleCerpen: Kasih tak Sampai Dari Afdeling

3 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.