Sejalan dengan perkembangan kebudayaan manusia mulai dari masa Paleolitikum hingga Neolitikum serta berbagai proses yang melingkupinya, kepercayaan manusia juga mengalami perkembangan. Perkembangan kepercayaan yang cukup kompleks kemudian dikenal dalam tradisi Megalitik.
Kebudayaan megalitik didasari oleh konsep kepercayaan akan adanya roh, adanya kehidupan setelah mati, adanya hubungan timbal balik antara orang yang mati dan yang hidup, dan adanya tempat tinggal roh yaitu di tempat-tempat yang tinggi/ gunung/ bukit, serta penghormatan kepada leluhur.
Di beberapa daerah di Indonesia, sekalipun tradisi tersebut tidak tampak secara utuh tetapi tetap menyisakan unsur-unsurnya. Di Indonesia sendiri tinggalan- tinggalan megalitik masih terus dibuat dan digunakan oleh masyarakat seperti di Nias, Nusa Tenggara Timur, Toraja, dan di Samosir, bahkan tradisi megalitik ini diduga juga berkembang di Tanah Karo.
Menurut para arkeolog dan sejarawan, Gua Umang adalah sebuah wadah kubur atau yang berfungsi serupa dengan sarkofagus. Tinggalan megalitik sejenis sarkofagus di Indonesia banyak ditemukan di Sulawesi Utara, Bali, Nusa Tenggara Timur, Toraja, dan di Samosir.
Gua Umang masih merupakan indikasi bagian budaya megalitik di Tanah Karo karena secara khusus objek arkeologis dimaksud belum pernah diteliti secara khusus dan mendalam. Belum diketahui apa fungsi gua ini sebenarnya namun jika dilihat dari bentuk dan fungsi di daerah lain di Indonesia yang memiliki kesamaan, maka diduga objek ini memiliki fungsi yang berkaitan dengan penguburan.
Salah satu Gua Umang, yang terdapat di desa Sari Nembah Kecamatan Munte dipahat pada dinding tebing batu. Pintu masuknya berukuran 47 cm x 51 cm dan berhiaskan pelipit di seluruh sisinya. Pintu masuk menghadap ke arah barat daya dan pada ketinggian 10 meter dari permukaan tanah. Ruang di dalamnya berdenah lonjong kebulat-bulatan dengan bagian terpanjang 230 cm dan bagian terlebar 150 cm. Pada sisi kiri (utara) lantai ruang tersebut dibuat berteras mengikuti bentuk dinding dengan beda tinggi 16 cm dan lebar 30 cm serta panjangnya 194 cm. Tinggi atap ruangan ini adalah 85 cm.
Pada sebuah jurnal blog pendidikan sejarah unimed, dikatakan bahwa Gua Umang merupakan indikasi tradisi megalitik di Tanah Karo. Dikatakan bahwa proses penguburan pada tradisi megalitik terdiri dari penguburan primer dan sekunder, dan Gua Umang digunakan sebagai tempat penyimpanan tulang-belulang pada penguburan sekunder oleh masyarakat Karo.
Gua Umang atau Batu Kemang memiliki fungsi untuk menyimpan kerangka manusia. Batu Kemang dipahat khusus menyerupai rumah sebagai rumah untuk orang yang telah meninggal. Gua Umang atau Batu Kemang yang terbuat dari batu besar, di dalam batu itu diberi lubang yang dibuat dengan pahat. Di bagian depannya terdapat pintu sebagai jalan untuk memasukkan kerangka mayat .
Di Tanah Karo ada beberapa Gua Umang, namun keberadaanya belum teridenfikasi seluruhnya merupakan pengaruh kepercayaan Hindu Budha yang terbawa masuk kepada masyarakat Karo sewaktu penetrasi Hindu sejak abad ke-9 bahkan bisa lebih tua.
[…] Brahma Putro, menyebutkan kedatangan orang Hindu ini ke pegunungan (Tanah Karo) di sekitar tahun l33l-l365 Masehi. Mereka sampai di Karo disebabkan mengungsi karena kerajaan Haru […]
[…] pertempuran Medan Area, termasuk Tanah Karo saat itu. Tercatat pada tanggal 1 Agustus 1947, Bupati Tanah Karo Rakkuta Sembiring memindahkan ibu negeri Kabupaten Karo ke Tiga Binanga, setelah tentara Belanda […]