Batak terdaftar sebagai salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia yang bermukim di Sumatera Utara. Sebagaimana yang Gobatak kutip dari The Worlds of Batak, berdasarkan data sensus penduduk tahun 1930 dan 2000, mengacu kepada 6 sub suku bangsa, yaitu Karo, Mandailing, Angkola, Toba, Pakpak dan Simalungun.
Berbagai kontroversi melanda “Batak” zaman ini, termasuk dilema mengenai Karo, Angkola, Simalungun dan Pakpak yang belakangan tidak menyebut dirinya sebagai orang Batak. Bahkan sebuah penelitian sejarah yang mengkaji asal usul nenek moyang Batak, menyebutkan bahwa Karo bukan bagian dari orang Batak. Riset ini bukan tanpa alasan ataupun bukti. Hasil riset ini telah pula diterbitkan di Surat Pembaharuan tanggal terbit 29 Januari 2005 silam. Mengenai hal ini akan kita bahas selanjutnya. Dalam artikel ini, Gobatak lebih menyoroti asal usul orang Batak secara keseluruhan, terlepas dari sub suku yang bernaung di bawahnya.
Dilihat dari pengertian dan asal usul Batak, orang Batak adalah semua keturunan si Raja Batak. Seperti yang Gobatak kutip dari Sejarah Kompasiana, si Raja Batak diperkirakan hidup pada awal abad ke-13, merupakan pejabat Sriwijaya yang mengungsi ke pedalaman untuk menghindari konflik dengan orang Tamil yang telah menguasai Barus.
Berbagai versi mengenai daerah asal si Raja Batak mencuat ke permukaan. Sebagaimana yang Gobatak kutip dari blog Domu Ambarita, mengenai asal si Raja Batak, ada versi yang mengatakan bahwa si Raja Batak adalah orang India yang berkelana ke daerah selatan dari Alas Gayo, dan bermukim di pinggiran Danau Toba. Versi lain menyebutkan Si Raja Batak berasal dari Thailand dan bermukim di Sianjur Mula Mula. Ada versi yang mengatakan orang Batak memiliki leluhur yang bersaudara dengan orang Filipina dan Toraja.
Berbagai versi ini memang bisa diterima logika. Sejarah adalah sejarah. Sebab siapakah yang bisa memastikan sejarah? Di kalangan masyarakat Batak sendiri, sebagaimana yang Gobatak kutip dari buku Toba Na Sae karangan Sitor Situmorang, ada semacam mitos yang menyebutkan bahwa nenek moyang Batak turun dari langit, dimulai dengan kaburnya Si Boru Deak Parujar demi menghindari dinikahi oleh Si Raja Odap-Odap, meski akhirnya mereka menjadi suami istri dan melahirkan Raja Ihat dan Itam Manisia. Selanjutnya, pasangan ini melahirkan Si Raja Batak sebagai keturunan ke enam nya.
Namun, sekali lagi, sejarah adalah sejarah. Sejarah bersifat subjektif. Bahkan kita tidak bisa manganggap mitos sebagai “pembodohan”. Toh di kalangan Batak, mitos bukan tanpa arti.