Cerpen: Kasih tak Sampai Dari Afdeling

0

Sejak orang tuamu mengusirku dari rumah mu kala itu,sekaligus ucapan orang tuamu yang meluluh lantak kan perasanku kala itu,malam itu aku berjalan ke arah yang tak menentu,kaki ku terus melangkah dan melangkah,tanpa arah yang jelas,dadaku bagai terhujam pisau yang amat tajam,hatiku amat teriris dan terluka,kakiku terus melangkah melewati pasar kuda,menembus pekatnya malam nan dingin,butir-butir embun yang masih menempel diatas dedaunan teh,seketika membasahi seluruh bajuku,sejenak aku terdiam,kaku dan mematung,seketika mataku menatap sekeliling,ternyata aku sudah sampai diatas bukit kembar,bukit yang jaraknya sudah jauh dari pondok kita itu,kuhempaskan tubuhku diatas rerimbunan daun teh itu,melepaskan semua rasa berkecamuk yang menyesaki dadaku,mataku menatap menerawang nun jauh kelangit hitam diatas sana,suara jangkrik dan binatang malam menemani kesepian dan kesedihanku kala itu.

Satu tahun waktu yang sangat lama dan serasa begitu menyiksa batinku,untuk segera lulus dari SMA,agar segera pergi meninggalkan afdeling ini,sekaligus meninggalkan luka yang sempat menganga dihatiku,satu tahun terasa bagai terpenjara seratus tahun bagiku,untuk tak lagi bertemu denganmu,walaupun kita berada tinggal di afdeling yang sama.

Selulus sma,aku sengaja pergi jauh,sejauh mungkin,berharap dapat melupakan segala kenangan itu.
hingga ahirnya aku berlabuh di Pulau Jawa,kota yang kala itu masih terasing bagiku,kota yang dijuluki kota kaum terdidik dan terpelajar itu.
Hingga pada suatu ketika,ahirnya aku diterima masuk di Universitas yang sangat ku impi impikan itu,
UGM,ya,,Gajah Mada,!!.betapa bangganya dulu aku saat diterima masuk di universitas ini,ingin rasanya berbagi kebahagiaan itu kepadamu,bahkan tak dapat terlukiskan dengan kata-kata,seketika aku melonjak kegirangan,saat kulihat namaku terpampang,berulang kali kucoba meyakinkan diriku sendiri dengan mengusap mataku berkali kali,seketika itu,ingin sekali rasanya meberitahukan kabar baik itu pada dirimu yang jauh disana,namun..!! lagi-lagi aku harus tetap konsisten pada sebuah janji,janji tak tertulis yang sudah kusepakati bersama orang tua mu dulu.janji yang sebenarnya amat kubenci itu.

aku hanya berharap ,mpianmu juga terkabul untuk masuk di perguruan tinggi yang selalu kau idam-idamkan itu,
universitas yang kau sebut mencetak orang-orang kredibel,idealis,punya intregritas tinggi,menghasilkan kaum Intelektual muda yang bakal diperhitungkan setidaknya dalam lingkup nasional.

“wow…”kataku kagum kala itu saat mendengar pandanganmu yang jauh kedepan dengan rasa optimis.
Waktu berlalu,delapan tahun kemudian,aku pulang ke kampung halaman kita,tanpa sengaja aku berpapasan dengan orang tua mu,yang dulu kupanggil”Tulang mandor”itu,tubuhnya kian tua dan ringkih,rambutnya semakin ditumbuhi banyak uban,tanganya yang dulu kekar,kini menyembul urat urat,wajahnya yang dulu terlihat sangar dan penuh wibawa,menandakan sosok Mandor besar,kini tampak kuyu dan lemah.
“sejak tak lagi mandor di afdeling ini,aku lebih sering sakit sakitan bere.”
Kata Tulang itu kepadaku lirih..
diujung perbincangan kami sore itu.

1
2
3
Previous articleCerpen: Boru ni Tulang
Next articleElemen Masyarakat Sumatera Utara Gelar Doa untuk Sitor Situmorang

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.