Perempuan Batak (Toba) – PEREMPUAN, di sebagian besar belahan bumi ini, pada awalnya, menempati posisi kedua dalam strata sosial kemasyarakatan. Bahkan di Eropa, Amerika, dan Australia yang dikenal santer dengan pergerakan Feminisme pada abad-abad lampau memosisikan perempuan di posisi kedua. Mengapa? Jawabannya hanya Anda sendiri yang tahu, mengapa Anda menganggap perempuan selalu lebih lemah dari laki-laki.
Bagaimana perempuan dalam kultur Batak (Toba)? Mereka menempati posisi yang tepat. Tepat artinya tidak selalu lebih dan tak selalu kurang. Mungkin, sebagaimana kultur lain, perempuan dianggap lemah. Pekerjaan mereka di dapur. Tidak ada tempat di rapat-rapat adat dan lain sebagainya.
Ada satu momentum di mana posisi yang tak tergantikan dari seorang perempuan Batak, yaitu “ia adalah pengangkat derajat keluarga”. Ia menjadikan sebuah keluarga menjadi keluarga yang dihormati secara adat (Hula-hula Bolon) dan pada saat yang sama menjungkalkan keangkuhan seorang lelaki dengan menempatkan keluarga laki-laki pada posisi sebagai pembantu (Boru/Parhobas). Posisi ini takkan mungkin dilaksanakan seorang laki-laki Batak sebagaimana laki-laki tak mungkin menggantikan posisi seorang perempuan sebagai ibu (melahirkan).
Dalam artian sempit, seorang perempuan menjadikan keluarganya sebagai keluarga kerajaan dan diperhitungkan secara adat. Hal ini juga menempatkan anak perempuan setara dalam nilai dengan anak laki-laki. Coba bayangkan suatu keluarga tanpa anak perempuan, keluarga tersebut tidak akan pernah secara sungguh-sungguh disebut hula-hula.
By Mora
Sumber bebas.
Guest Post by Vroom Simamora
Setting/edit di salah satu penerbitan buku. Pernah belajar Filsafat di STFT Widya Sasana Malang.
[…] hal ini terlebih bagi seorang perempuan batak pada umumnya sangat menghargai dan menjungjung sang suami sebagai kepala rumah tangga. Berikut […]