Horja memiliki dua arti, pertama adalah sebagai bagian dari bius, dan kedua adalah pesta marga. Yang masih mungkin dapat kita dengar sekarang adalah horja dalam pengertian kedua , yaitu sebagai pesta marga.
Sedang makna horja dalam kaitan dengan bius sudah lenyap, seperti halnya dengan pengertian huta Batak. Nah, dengan sejumlah informasi yang dihimpun dari beberapa sumber, disini akan dibahas tentang Horja sebagai bagian dari bius.
Beberapa huta yang berdekatan dengan marga berbeda tetapi mempunyai pertalian merupakan bagian dari perhimpunan ‘horja’. Biasanya satu horja terdiri dari 10 sampai 15 huta, tergantung keadaan setempat. Huta didefinisikan sebagai persekutuan terkecil masyarakat Batak.
Huta dipimpin oleh seorang Raja Huta. Biasanya yang dipilih oleh penduduk huta untuk menjadi Raja Huta adalah pendiri huta yang bersangkutan.
Makin lama huta makin dipenuhi oleh penduduk dari berbagai suku di Batak Toba. Akhirnya beberapa penduduk pindah dan membentuk huta baru. Hasilnya, banyak terbentuk huta di daerah kebudayaan Batak Toba. Beberapa diantara huta tersebut kemudian membentuk federasi atau persekutuan guna mewujudkan tujuan bersama diantara mereka.
Persekutuan tersebut dinamakan Horja. Horja dipimpin oleh seorang Raja Horja yang dipilih dari para raja huta yang bergabung dalam federasi horja. Namun pemilihan Raja Horja ini tidaklah melalui voting, melainkan musyawarah secara terbuka.
Musyawarah untuk mufakat pun menjadi bagian dari perencanaan pendirian huta baru. Di tingkat huta, ada mekanisme musyawarah yang membahas niat beberapa suku untuk mendirikan satu perkampungan atau huta baru. Mekanisme tersebut tonggo raja atau marria raja.
Dalam tonggo raja, setiap raja suku ataupun penduduk berhak menyampaikan aspirasinya masing-masing. Musyawarah tersebut membahas persetujuan suku-suku lain terhadap pembangunan huta baru. Apabila hasil dari musyawarah itu tidak memberikan peluang bagi terbentuknya huta baru, maka pendirian huta harus dibatalkan atau ditunda.
Pihak yang merasa keberatan dengan hasil musyawarah dapat menyampaikan aspirasinya ke tingkat horja untuk dibahas kembali. Tampak adanya mekanisme banding seperti yang terdapat pada pranata hukum modern.
Perserikatan horja ini lebih banyak mengurus hal yang berhubungan dengan duniawi. Sedangkan urusan yang berhubungan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan mala petaka yang melanda warga seperti wabah penyakit, air bah, kekeringan, masyarakat membentuk perserikatan yang meliputi kelompok-kelompok semua marga yang ada di wilayah bencana (gabungan dari horja) disebut bius.
Artinya, dalam huta maupun horja tidak ada aturan yang mengatur aspek religiusitas masyarakat Batak Toba. Aspek religiusitas baru dikelola dalam suatu lembaga yang secara struktural lebih tinggi dari horja. Lembaga itu adalah Bius.
Horja tidak begitu nyata sehari-harinya, tetapi baru nyata sebagai lembaga dalam musyawarah serta mufakat pada waktu-waktu tertentu seperti dalam pesta horja atau kegiatan di mana seluruh warga terlibat.
[…] berdekatan dengan marga berbeda, tetapi mempunyai pertalian, merupakan bagian dari perhimpunan ‘Horja’. Biasanya satu Horja terdiri dari sejumlah Huta, bisa mencapai 10 sampai 15 huta, tergantung […]